Oleh : Aba Azka
Kabaryaman.com – Pembangunan di Papua telah menjadi prioritas bagi pemerintah Indonesia selama beberapa dekade terakhir. Berbagai upaya dan sumber daya telah dikucurkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, mulai dari pembangunan infrastruktur, pendidikan, hingga kesehatan. Namun, di tengah semangat pembangunan ini, keberadaan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan kelompok-kelompok bersenjata afiliasinya seringkali muncul sebagai batu sandungan utama yang menghambat kemajuan.
OPM, yang merupakan gerakan separatis, telah lama menuntut kemerdekaan Papua dari Indonesia. Dalam perjuangannya, OPM tidak jarang menggunakan cara-cara kekerasan, termasuk serangan terhadap aparat keamanan, pekerja sipil, dan fasilitas publik. Aksi-aksi ini secara langsung berdampak negatif pada percepatan pembangunan di Papua.
Dampak OPM terhadap Pembangunan
1. Gangguan Keamanan dan Investasi: Ancaman keamanan yang ditimbulkan oleh OPM menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Investor enggan menanamkan modal di daerah yang rawan konflik, padahal investasi sangat krusial untuk menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan roda ekonomi. Proyek-proyek pembangunan sering terhenti atau tertunda karena kekhawatiran akan serangan, menyebabkan kerugian besar bagi negara dan masyarakat setempat.
2. Kerusakan Infrastruktur: OPM kerap menargetkan fasilitas infrastruktur seperti jembatan, jalan, sekolah, dan puskesmas. Perusakan ini tidak hanya menghambat konektivitas dan akses layanan dasar, tetapi juga membebani anggaran negara untuk perbaikan yang berulang. Dana yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pembangunan baru atau program kesejahteraan justru harus digunakan untuk memulihkan kerusakan akibat ulah kelompok bersenjata.
3. Hambatan Akses Layanan Publik: Aksi kekerasan OPM juga seringkali membuat masyarakat dan petugas layanan publik ketakutan untuk beraktivitas. Tenaga medis, guru, dan pekerja konstruksi enggan bertugas di daerah terpencil yang rawan konflik, sehingga akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan pembangunan menjadi sangat terbatas. Hal ini memperparah ketertinggalan Papua dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia.
4. Dislokasi dan Trauma Sosial: Konflik yang berkepanjangan menyebabkan dislokasi penduduk, di mana banyak masyarakat terpaksa mengungsi dari kampung halaman mereka. Kondisi ini menciptakan trauma psikologis mendalam bagi masyarakat, terutama anak-anak. Lingkungan yang tidak stabil juga menghambat pengembangan sumber daya manusia karena terganggunya proses belajar-mengajar dan aktivitas sosial lainnya.
5. Pengalihan Sumber Daya: Pemerintah terpaksa mengalokasikan sumber daya yang besar untuk menjaga keamanan di Papua, termasuk penambahan personel militer dan polisi. Dana yang besar ini, jika tidak ada gangguan keamanan, sebenarnya bisa dialihkan untuk program-program yang lebih produktif seperti pembangunan ekonomi, peningkatan kualitas pendidikan, atau program pemberdayaan masyarakat.
Jalan ke Depan
Untuk mewujudkan Papua yang maju dan sejahtera, pendekatan komprehensif sangat diperlukan. Selain penegakan hukum terhadap kelompok-kelompok bersenjata yang mengganggu keamanan, pendekatan humanis dan dialog yang berkelanjutan dengan masyarakat adat serta tokoh-tokoh lokal perlu ditingkatkan. Penting untuk memastikan bahwa program pembangunan benar-benar menjangkau seluruh lapisan masyarakat Papua, dilakukan secara transparan, dan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat setempat.
Pembangunan Papua adalah tanggung jawab bersama. Dengan terwujudnya keamanan yang stabil, pembangunan dapat berjalan lebih cepat dan efisien, membuka jalan bagi terciptanya Papua yang damai, maju, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya. Keberadaan OPM yang terus melakukan aksi kekerasan jelas menjadi penghambat utama, dan penyelesaian masalah ini menjadi kunci bagi masa depan Papua. (Aba Azka, pekerja sosial di Yaman)